AyoMengomunikasikan Presentasikan hasil analisisdiskusi, hasil karya dan melaporkannya dalam bentuk tulisan maupun bentuk lainnya tentang hal-hal yang berhubungan dengan penyalahgunaan narkoba Pendidikan Agama Buddha 179 Rangkuman Aku Tahu Dari uraian di atas jelas bahwa masalah narkoba dan penyalagunaannya masih menjadi permasalahan kita semua.

- Para penghayat kepercayaan di Indonesia boleh bernapas lega. Perjuangan panjang dan berliku mereka untuk mendapat pengakuan negara dalam catatan administrasi kependudukan lewat uji materi Undang-Undang Administrasi Kependudukan dikabulkan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi MK Arief Hidayat pada Selasa 7/11/2017. Arief menyatakan kata ā€œagamaā€ dalam Pasal 61 ayat 1 dan Pasal 64 ayat 1 Undang-Undang Administrasi Kependudukan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap sepanjang tidak dimaknai termasuk "kepercayaan". Hal serupa juga berlaku untuk Pasal 61 ayat 2 dan Pasal 64 ayat 5 yang dinilai MK tak memiliki kekuatan hukum mengikat. Para pemohon; Nggay Mehang Tana, Pagar Demanra Sirait, Arnol Purba, dan Carlim, merasa aturan yang terdapat dalam Pasal 61 ayat 1, 2 dan Pasal 64 ayat 1, 2 Undang-Undang Administrasi Kependudukan merugikan mereka. Para penghayat kepercayaan kesulitan saat mengurus Kartu Keluarga KK, Kartu Tanda Penduduk Elektronik e-KTP, akte nikah, akte kelahiran, hingga mengakses pekerjaan, hak atas jaminan sosial. Untuk KK dan e-KTP, ada banyak penghayat yang dipaksa memilih salah satu dari enam agama resmi. Melalui keputusan MK tersebut para penghayat kini bisa mencatatkan kepercayaannya di dokumen resmi negara. Langkah ini merupakan kemajuan besar bagi para penghayat yang selama ini ingin diperlakukan setara sebagaimana warga negara Indonesia lain, serta tak lagi mengalami tindak diskriminasi di ranah administratif maupun di ranah sosial-politik. Baca juga Agama-agama yang Terpinggirkan Namun, respons masyarakat terutama di lingkaran elite organisasi masyarakat, tak seluruhnya mengapresiasi positif. Salah satunya datang dari Yunahar Ilyas, Ketua Bidang Tarjih, Tajdid, dan Tabligh PP Muhammadiyah, yang mempertanyakan alasan MK mengabulkan gugatan pemohon. Ia berkeyakinan jika kepercayaan yang dianut para penghayat bukanlah agama, sehingga ia nilai tak perlu dimasukkan ke kolom agama KTP. Pendapatnya selaras dengan mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah yang sekarang menjabat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia, Din Syamsudin. Pada akhir Agustus 2017 lalu menyatakan penghayat kepercayaan seperti Sunda Wiwitan bukan agama sehingga tidak perlu dimasukkan ke kolom agama di KTP. ā€œBukan dalam pengertian agama yang secara ilmiah. Berdasarkan wahyu atau berdasarkan semacam ilham. Kemudian membentuk kitab suci, ada pembawanya, ada sistem ritusnya,ā€ kata Din. Samsul Maarif, pengajar pada Center for Religious and Cross-cultural Studies CRCS UGM yang menjadi salah satu saksi ahli dalam sidang polemik penghayat kepercayaan di MK, menegaskan bahwa sesungguhnya definisi "agama" secara formal di Indonesia tak pernah ada. Saat dihubungi Tirto, ia menjelaskan bahwa ketiadaan ini menjadi akar diskriminasi kepada para penghayat kepercayaan di Indonesia. ā€œPernah diusulkan di tahun 1950-an oleh Departemen Agama namun ditolak oleh sejumlah kelompok non-muslim dan muslim juga. Usaha itu digunakan untuk menargetkan kelompok Islam yang cenderung abangan atau tidak ortodoks. Usaha ini bagi saya adalah infiltrasi suatu kelompok kepada negara agar bisa mengontrol kelompok lain karena pada dasarnya definisi yang diusulkan bersifat sektarian, spesifik, sempit, dan hanya bisa dipakai untuk mendefinisikan Islam saja.ā€ jelasnya pada Kamis 10/11/2017. Baca juga Sebait Maaf untuk Orang-orang Adat Akibat "agama" tak memiliki definisi formalnya, Samsul menilai ia tak bisa dijadikan rujukan untuk mengatur undang-undang menyangkut kewarganegaraan para penghayat. Jika dipakai pun, imbuhnya, definisi itu akan melahirkan diskriminasi kepada para penghayat kepercayaan sebab jika ingin diakui negara maka kepercayaan itu mesti menyesuaikan diri dulu. ā€œUsaha mendefinisikan agama kental intrik politik, jadi dipakai untuk meng-include merangkul beberapa kelompok tapi juga meng-exclude mengecualikan beberapa kelompok lain.ā€ tegasnya. Samsul menilai pemerintah Orde Baru pada awalnya memperlakukan para penghayat kepercayaan dengan cukup baik karena TAP MPR tahun 1973 menyebutkan aliran kepercayaan setara dengan agama. Namun, perubahan TAP MPR Nomor 478 yang isinya menyebut kepercayaan termasuk dalam kategori kebudayaan, bukan termasuk agama. Di tahun yang sama pemerintah juga meresmikan 5 agama yang diakui negara kini jadi 6, penghayat kepercayaan wajib berafiliasi ke salah satunya, dan kolom agama di KTP diciptakan untuk pertama kali. Setelah reformasi mulai muncul wacana tentang hak asasi manusia menguat, terutama bicara soal diskriminasi, salah satunya adalah di ranah kepercayaan. Perjuangan untuk menyetarakan hak bagi para penghayat kepercayaan makin intens dan menuai sejumlah hasil, walaupun belum ideal. Misalnya kebijakan pengosongan kolom agama di KTP, yang bagi Samsul menunjukkan tidak ada pengakuan dari negara sebab tetap membedakan penganut kepercayaan dengan penganut agama resmi . ā€œPengosongan juga memfasilitasi menjamurnya stigma sosial, contohnya stigma mereka yang kosong kolom agamanya dianggap anggota PKI. Dulu negara berargumen penulisan nama kepercayaan akan merepotkan secara administratif karena jumlahnya diperkirakan ratusan. Ditulis 'kepercayaan' itu pun menurut saya sudah cukup memfasilitasi kelompok penghayat yang masing-masing punya nama.ā€ jelasnya. Baca juga Diskriminasi Penganut Kepercayaan Tak hanya di Indonesia, pendefinisian "agama" juga bermasalah di tingkat global—termasuk di bidang kajian perbandingan agama. Konstruksinya, menurut Samsul, selalu didasarkan pada agama besar yang pengikutnya tersebar di mana-mana. Kepercayaan lokal menjauhi kondisi yang serupa karena lingkup komunitasnya cenderung terbatas teritori. Penghayat kepercayaan Ajaran Samin, misalnya, hanya ada di Blora Jawa Tengah dan Bojonegoro Jawa Timur. Samsul menilai kasus yang terjadi di Indonesia cukup unik. Indonesia mengklaim dirinya plural tapi agama yang diakui hanya enam. Padahal secara konkret ada banyak kepercayaan yang tidak diakui secara setara apalagi diakomodasi dengan semestinya. Negara sekuler seperti Amerika Serikat atau Inggris tidak mengurusi agama, kata Samsul, sehingga tak melebar ke urusan administrasi. Meski demikian kebebasan menjalankan keyakinan tetap dijunjung tinggi. ā€œDi Selandia Baru pemerintah dan warganya enggak terlalu banyak ngomong tentang agama, tetapi tradisi dan kepercayaan lokal dihargai. Bahkan sudah sampai ke peraturan bahwa mata air dan sungai itu dilihat sebagai subjek hukum dan dijaga oleh penduduk di sekitarnya. Peraturannya termasuk baru, baru beberapa tahun yang lalu, dan semakin melindungi hak hidup komunitas lokal dan kepercayaannya sendiri,ā€paparnya. Ia pun merasa heran dengan kekhawatiran berlebihan Wasekjen DPP PPP Ahmad Baidowi yang memandang putusan baru MK akan menjadi alasan bagi pemeluk agama lain untuk tidak menjalankan ritual peribadatan mereka. Baidowi juga menilai keputusan tersebut bisa menjadi alat terselubung bagi paham-paham yang dilarang di negeri ini untuk berkembang dengan berdalih aliran kepercayaan. "Jangan sampai paham-paham agama atau paham lain yang dilarang dimasukkan dalam aliran kepercayaan. Bisa jadi misalnya paham komunis agar enggak terdeteksi ditulis aliran kepercayaan," kata Baidowi kepada Tirto, Rabu 8/11/2017. Baca juga Zahid Hussein, Jenderal Aliran Kepercayaan dan Soeharto Keputusan MK, menurut Samsul, justru menjadi syarat agar kelompok penghayat tak dipaksa pindah keyakinan sampai tak bisa menjalankan keyakinan mereka dengan baik. Keputusan MK adalah syarat minimal agar para penghayat mendapatkan haknya di ranah administrasi. Lebih penting lagi, adalah pemenuhan tiga hak pokok pengakuan, representasi, dan redistribusi bagi para penghayat kepercayaan. ā€œKarena eksistensinya diakui di ruang publik, maka lahir representasi. Contohnya di dunia pendidikan. Setelah putusan MK ini, status mereka harus diinformasikan ke peserta didik. Pendidikan agama ada, maka pendidikan kepercayaan juga harus ada.ā€ ā€œRedistribusi berarti berbagai hal yang negara sediakan fasilitasnya untuk publik juga harus menjangkau kelompok kepercayaan. Misalnya tak boleh didiskriminasi saat akan mendaftar kerja apapun—apalagi kerja di pemerintahan. Diskriminasi harus berbuah pelanggaran. Ekonomi, politik, semuanya juga harus setara,ā€ pungkasnya. Tak lama usai putusan MK muncul, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo berjanji kementeriannya akan segera melaksanakan amanat putusan MK. "Kemendagri akan berkoordinasi dengan Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan untuk mendapatkan data kepercayaan yang ada di Indonesia," kata Tjahjo seperti dilansir laman menambahkan Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri akan memasukan data aliran kepercayaan tersebut ke dalam sistem administrasi kependudukan. Setelah data itu diperoleh, maka Kemendagri akan memperbaiki aplikasi SIAK dan aplikasi data base, serta melakukan sosialisasi ke 514 kabupaten dan kota. - Hukum Reporter Akhmad Muawal HasanPenulis Akhmad Muawal HasanEditor Windu Jusuf

Kurangnyapendidikan agama di rumah dan sekolah menjadi penyebab utama penyalahgunaan narkoba pada remaja. Karena kurangnya pendidikan agama yang diberikan, para remaja tidak tahu mana perilaku yang baik dan mana perilaku buruk. Mereka belum menemukan jati dirinya dan kurang mendapatkan siraman rohani, sehingga mudah diajak untuk menggunakan

78% found this document useful 9 votes22K views21 pagesDescriptionMengandung pendapat pro dan kontra dalam bentuk eksposisiOriginal TitleArgumen + Pendapat debat mosi Kurangnya pendidikan agama di rumah dan sekolah menjadi penyebab utama penyalahgunaan narkoba pada Ā© All Rights ReservedAvailable FormatsDOCX, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?78% found this document useful 9 votes22K views21 pagesArgumen + Pendapat Debat Mosi Kurangnya Pendidikan Agama Di Rumah Dan Sekolah Menjadi Penyebab Utama Penyalahgunaan Narkoba Pada TitleArgumen + Pendapat debat mosi Kurangnya pendidikan agama di rumah dan sekolah menjadi penyebab utama penyalahgunaan narkoba pada pendapat pro dan kontra dalam bentuk eksposisiFull description

Contohdebat pro dan kontra kenakalan remaja. Filtrasi adalah invertebrata. 7 contoh naskah drama singkat dan terbaik unsur unsur dalam debat 1. Argumen Pendapat Debat Mosi Kurangnya Pendidikan Agama Di Rumah Dan Sekolah Menjadi Penyebab Utama Penyalahgunaan Narkoba Pada Remaja. Teks Debat Pengertian Fungsi Tujuan Unsur Etika Contoh. Gambar ilustrasi Anak sekolah di IndonesiaFoto Suryanto/AA/picture alliance Sejak beberapa tahun terakhir masyarakat Indonesia ramai membicarakan tentang wacana perlu-tidaknya pelajaran agama di sekolah, khususnya sekolah negeri yang berada di bawah otoritas pemerintah. Sebagian masyarakat menganggap pelajaran agama itu bukan hanya perlu tetapi juga sangat penting untuk anak didik. Sementara sebagian yang lain menganggap pelajaran agama di sekolah itu tidak perlu dan tidak penting. Yang perlu dan penting, menurut mereka, adalah tentang pendidikan moral dan budi pekerti. Pro-kontra itu disebabkan karena alasan dan argumen yang berbeda. Kelompok yang setuju pelajaran agama beralasan kalau agama adalah ajaran fundamental yang akan membawa keselamatan manusia di dunia dan akhirat karenanya harus diperkenalkan pada peserta didik sejak sedini mungkin. Bagi kelompok ini, agama penting diajarkan di sekolah karena ia merupakan "pedoman hidupā€ yang bisa membimbing manusia ke "jalan yang benarā€. Lebih penting lagi, mengajarkan agama di sekolah merupakan kewajiban yang dimandatkan oleh Tuhan dan Kitab Suci mereka. Sementara itu, kelompok yang kontra pelajaran agama di sekolah berargumen kalau ia berpotensi untuk disalahgunakan dan diselewengkan oleh para guru/dosen untuk tujuan dan kepentingan tertentu. Bukan hanya itu, mereka berpendapat, agama juga dijadikan sebagai instrumen untuk memupuk eksklusivisme dan fanatisme serta menyebarkan kebencian terhadap orang/umat agama lain yang membahayakan fondasi kebangsaan dan kenegaraan kolom Sumanto al QurtubyFoto S. al Qurtuby Bagai Pedang Bermata Dua Memang tidak mudah untuk menyelesaikan dan mengkompromikan pro-kontra pendapat masyarakat tentang pelajaran agama di sekolah karena mereka berangkat dari alasan, tujuan, dan basis argumen yang berbeda. Misalnya, kelompok yang pro mengandaikan agama sebagai sesuatu yang baik, positif, serta membawa kemaslahatan umat manusia. Sedangkan kelompok yang kontra menganggap agama memiliki "sisi gelapā€ yang bisa membawa dampak negatif di masyarakat dan mengancam relasi antarumat manusia. Agama memang bak pedang bermata dua. Satu sisi agama berisi ajaran kemanusiaan universal seperti cinta, kasih sayang, rahmat kerahiman, tolong-menolong, dlsb yang tentu saja sangat baik dan positif bagi masyarakat dari latar belakang etnis dan agama manapun. Tetapi di pihak lain, agama juga berisi teks, ajaran, norma, aturan, atau wacana yang–jika tidak diantisipasi dengan baik–bisa membawa keburukan di masyarakat seperti diktum tentang klaim kebenaran dogma, klaim keselamatan pascakematian, purifikasi keimanan, kesesatan kepercayaan lain, dlsb. Itulah sebabnya kenapa sejarawan University of Notre Dame, Scott Appleby, menyebut agama sebagai "The Ambivalence of the Sacredā€. Agama adalah ibarat kontainer, pasar, atau supermall yang bisa berisi atau diisi dengan barang apapun oleh si empunya atau si pelaku. Watak atau karakter agama yang ambigu atau ambivalen inilah yang menyebabkan agama bisa menjadi sumber kebaikan tetapi juga keburukan sekaligus, kemaslahatan dan kemudaratan, kecintaan dan kebencian, perdamaian dan kekisruhan, toleransi dan intoleransi, keberadaban dan kebiadaban, kepicikan dan pluralisme, kemunduran dan kemajuan, dan seterusnya. Jika agama jatuh ke tangan "si baikā€, maka ia akan dijadikan sebagai ilham atau sumber inspirasi untuk membangun peradaban manusia dan hubungan antarumat yang penuh dengan spirit kebersamaan, persaudaraan, rahmat, dan kasih-sayang. Sebaliknya, jika agama jatuh ke tangan "si jahat dan buruk rupaā€, maka ia akan dijadikan sebagai alat untuk menipu umat, menumpuk kekayaan, menggapai syahwat kekuasaan, memupuk kebencian, menciptakan keangkaramurkaan, memprovokasi kerusuhan, memusnahkan kebudayaan, merusak lingkungan dan alam semesta, dan bahkan membunuh sesama umat manusia. Indonesia dan belahan dunia manapun sudah membuktikan semua itu. Ada kelompok agama yang baik hati, toleran-pluralis, dan manusiawi tetapi juga ada sekelompok agama yang bejat, tak bermoral, fanatik ekstrim, dan jauh dari nilai-nilai kemanusiaan. Termasuk dari kelompok agama ini adalah para guru agama itu sendiri, baik guru agama di sekolah maupun institusi lainnya. Ada guru-guru agama yang baik dan memahami pentingnya hidup dalam damai di masyarakat yang majemuk. Tetapi ada pula guru-guru agama yang tidak mau mengerti dan tidak peduli dengan keberadaan umat agama lain. Masing-masing kelompok agama ini, termasuk para guru agama, mendasarkan sikap, pikiran, tindakan, dan aksi mereka pada diktum-diktum dan tafsir agama yang mereka yakini dan Pelajaran Agama di Sekolah? Jika ambivalensi atau ambiguitas itu adalah watak/karakter inheren sebuah agama, masih perlukah pelajaran agama di sekolah? Jawaban atas pertanyaan ini tergantung pada dua hal mendasar berikut ini. Pertama, kurikulum/pelajaran agama macam apa yang akan diajarkan di sekolah dan kedua, guru agama model apa yang akan mengajarkan agama di sekolah. Jika kurikulum/pelajaran agama yang diajarkan itu berisi nilai-nilai kemanusiaan yang baik dan positif untuk membangun harmoni sosial di masyarakat yang multiagama serta demi kemajuan bangsa dan negara, maka tidak ada masalah agama diajarkan di sekolah-sekolah. Sudah sejak zaman dahulu kala pelajaran agama diajarkan di sekolah-sekolah formal maupun lembaga pendidikan informal di Indonesia tetapi tidak menimbulkan masalah berarti dan problem sosial yang signifikan di masyarakat. Tetapi jika kurikulum/pelajaran agama yang diajarkan itu berisi ajaran, norma, aturan, dan wacana yang bernuansa negatif dan berpotensi menciptakan keburukan, disharmoni, dan kemunduran di masyarakat, maka pelajaran agama itu tidak perlu dan tidak penting sama sekali untuk diajarkan pada peserta didik. Pula, jika para guru yang mengajarkan pelajaran agama itu adalah para guru yang baik, berpikiran terbuka, berpandangan luas, dan berwatak toleran-pluralis, maka pelajaran agama di sekolah itu bukan hanya perlu tetapi sangat penting untuk diajarkan pada anak didik. Sebaliknya, jika para guru agama itu adalah sekumpulan orang yang berpikiran cupet dan fanatik buta, berpandangan sempit, serta berwatak rigid dan eksklusif yang anti kemajemukan dan kemanusiaan, maka pelajaran agama di sekolah itu sama sekali tidak perlu dan tidak penting. Disinilah peran penting pemerintah dan elemen masyarakat untuk mengawasi dan memastikan kualitas pelajaran agama macam apa yang diajarkan di sekolah serta guru agama model apa yang mengajarkan pelajaran agama di sekolah. Pemerintah dan masyarakat harus pro-aktif mengawal jalannya pendidikan serta proses belajar-mengajar di sekolah agar lembaga pendidikan tidak dijadikan sebagai 1 sarang kelompok fanatik, radikal, ekstrimis, dan intoleran, 2 alat untuk memproduksi ajaran dan wacana intoleransi, ultrafanatisisme, antikemajemukan, dan kontrakebangsaan, dan 3 medium untuk mencetak manusia-manusia bebal, intoleran, ultrafanatik, radikal-ekstrimis, close-minded, serta anti terhadap fondasi kebangsaan dan kenegaraan Republik Indonesia. Pemerintah khususnya tidak perlu ragu untuk "menertibkanā€ kurikulum/pelajaran agama di sekolah serta menindak tegas para guru agama yang berhaluan radikal-militan karena mereka hanya akan menjadi duri dan penyakit bagi masyarakat, bangsa, dan negara. Sumanto Al Qurtuby Pendiri dan Direktur Nusantara Institute; Anggota Dewan Penasehat Asosiasi Antropologi Indonesia Jawa Tengah. *Setiap tulisan yang dimuat dalam DWNesia menjadi tanggung jawab penulis.
PenyalahgunaanNAPZA adalah penggunaan obat-obatan golongan narkotika, psikotoprika, dan zat adiktif yang tidak sesuai dengan fungsinya. Kondisi ini dapat menyebabkan kecanduan yang bisa merusak otak hingga menimbulkan kematian. Penyalahgunaan NAPZA terjadi akibat faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah rasa ingin tahu yang
Source Pro Kontra Kurangnya Pendidikan Agama dalam Pemberantasan Narkoba Berdasarkan data dari Kementerian Sosial pada tahun 2020, jumlah pengguna narkoba di Indonesia mencapai sekitar 6 juta orang. Fenomena ini menjadi masalah serius bagi masyarakat Indonesia karena narkoba bukan hanya merusak kesehatan fisik, tetapi juga menimbulkan dampak sosial dan ekonomi yang buruk. Salah satu penyebab meningkatnya penyalahgunaan narkoba adalah kurangnya pendidikan agama. Namun, terdapat pandangan pro dan kontra terkait dengan peran pendidikan agama dalam pemberantasan narkoba. Pandangan Pro Di satu sisi, banyak yang meyakini bahwa pendidikan agama dapat memainkan peran penting dalam pencegahan penyalahgunaan narkoba. Pendidikan agama memperkenalkan ajaran-ajaran moral dan etika yang dapat membantu individu untuk memiliki perilaku yang baik. Pendidikan agama juga memberikan gambaran tentang pentingnya menjaga kesehatan fisik dan mental yang termasuk dalam pembentukan kepribadian yang kuat. Sebagai contoh, agama Islam sangat menekankan pentingnya menjaga kebersihan dan kesucian jiwa dan raga. Salah satu cara menjaga kesucian jiwa dan raga adalah dengan menjauhi segala hal yang dapat merusaknya, termasuk narkoba. Oleh karena itu, dengan memperoleh pendidikan agama yang benar, anak-anak dapat belajar bagaimana menghindari penyalahgunaan narkoba serta mengembangkan anak-anak yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Pandangan Kontra Di sisi lain, ada pandangan yang kurang mendukung peran pendidikan agama dalam pemberantasan narkoba. Beberapa kalangan kurang percaya bahwa pendidikan agama bisa mencegah penyalahgunaan narkoba. Meskipun individu telah memahami dan mengerti ajaran agama, tetapi tidak menjamin seseorang tidak akan membeli, mencoba ataupun mengonsumsi narkoba. Hal ini dikarenakan faktor sosiologis, psikologis, ekonomi dan pengetahuan yang kurang menyeluruh tentang bahaya narkoba pada diri seseorang. Padahal, fakta menunjukkan bahwa banyak pelaku penyalahgunaan narkoba yang berasal dari lingkungan yang beragama. Belum lagi, banyak orang awam yang menganggap narkoba dapat menghasilkan kebahagiaan serta meningkatkan rasa percaya diri dan menurunkan beban pikiran. Kesimpulan Dari dua pandangan yang ada, sebenarnya pendidikan agama dan pengetahuan terkait narkoba saling terkait satu sama lain. Pendidikan agama dapat memberikan pemahaman tentang nilai-nilai moral dan etika yang baik dan benar, serta membentuk kepribadian dan karakter yang kuat. Sedangkan, pengetahuan yang benar tentang bahaya narkoba dapat membantu untuk menghindari maupun membantu seseorang untuk keluar dari perangkap narkoba. Karena itu, sangat penting bagi kita semua untuk memperkuat pendidikan agama, memperluas pengetahuan dan kesadaran tentang bahaya narkoba serta meningkatkan kepedulian dan partisipasi aktif dalam penanganan permasalahan narkoba. Penyalahgunaan narkoba menjadi masalah yang sangat serius di Indonesia. Banyak orang dari berbagai kalangan termasuk di antaranya para pelajar, mahasiswa, pekerja, hingga ibu rumah tangga yang justru semakin mudah terjerumus pada kegiatan yang merusak diri dan lingkungan. Pendekatan yang dapat dilakukan dalam mengatasi masalah ini tentu beragam salah satunya adalah dengan mengembangkan pendidikan agama yang berkualitas. Namun, banyak orang juga yang meragukan efektivitas pendidikan agama dalam menangani persoalan ini. Salah satu dampak minimnya pendidikan agama di masa kini adalah maraknya penyalahgunaan narkoba. Banyak orang yang menyebutkan sumber persoalan penyalahgunaan narkoba adalah keluarga, lingkungan, pergaulan, bahkan kekurangan pendidikan agama. Masalah yang terjadi saat ini ada pada aspek kurangnya penanaman nilai-nilai moral dan agama di keluarga dan lingkungan sekitar. Pendidikan agama merupakan tanggung jawab keluarga dan lembaga pendidikan. Pendidikan agama seharusnya menjadi solusi atas berbagai permasalahan sosial yang ada di lingkungan kita. Pendidikan agama akan memperkuat pengenalan tentang Tuhan, nilai-nilai yang baik, moral dan etika, serta menanamkan kepercayaan dan keyakinan pada diri sendiri. Ini sangat dibutuhkan dalam menghadapi segala tantangan kehidupan sehari-hari, baik dalam pergaulan, keluarga, maupun karir seseorang. Seiring perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, remaja dihadapkan pada berbagai pergaulan bebas. Tak jarang, mereka malah melewatkan banyak waktu untuk hal-hal yang tidak bermanfaat bagi kegiatan belajar mereka atau bahkan dapat merusak masa depan mereka yang lebih baik. Mereka diliputi oleh sifat kurang sabar dan cepat menginginkan sesuatu yang instant atau serba instan. Akibatnya, rasa penasaran akan nikmatnya menggunakan narkoba mendorong mereka mencobanya. Salah satu penyebab minimnya pendidikan agama yang berkualitas di sekolah-sekolah atau perguruan tinggi adalah adanya kurikulum yang kurang lengkap dan mulai ditinggalkan. Seiring zaman, kita dapat melihat kurikulum yang mulai dipinggirkan dan dianggap sebagai sesuatu yang kuno dan tidak relevan dengan perkembangan zaman. Padahal, kandungan materi di dalam kurikulum yang ada sejak lama telah mencakup hal-hal yang penting dan mendasar tentang etika dan moral di dalam kehidupan sehari-hari. Materi yang diperoleh adalah mengenai kedudukan Tuhan, hidup berguna bagi sesama, kesehatan mental dan fisik, serta pandangan mengenai kehidupan yang baik dan benar. Penyalahgunaan narkoba menjadikan seseorang sebagai budak nafsu dan tidak memiliki pengendalian terhadap dirinya sendiri. Tidak jarang ada perbuatan yang tidak bermoral yang dilakukan oleh pengguna narkoba, seperti pemerkosaan, tindakan kejahatan, kekerasan, dan lain-lain. Segala bentuk tindakan kejahatan yang dilakukan oleh pengguna narkoba sama sekali tidak sesuai dengan nilai-nilai yang diajarkan dalam agama. Solusi paling tepat untuk mengatasi minimnya pendidikan agama adalah membangun karakter anak-anak atau siswa sejak usia dini tentang moral, etika, dan adab sopan santun. Selain itu, juga melakukan pendekatan terhadap lingkungan sekitarnya agar ikut mendukung dan memotivasi dalam pendidikan anak di dalam keluarga. Sementara bagi lembaga pendidikan, perlu diinformasikan kembali tentang pentingnya mensosialisasikan nilai agama pada siswa dan sebagai tambahan juga, memberikan pengetahuan terkait bahaya narkoba bagi diri mereka sendiri dan orang-orang di sekitarnya. Sangat penting bagi kita semua untuk memahami bahwa pendidikan agama dapat mencegah dan mengatasi penyalahgunaan narkoba. Dengan mengembangkan pendidikan agama yang berkualitas, maka remaja dan generasi masa depan akan menjadi lebih tangguh dan bertanggung jawab dalam menerapkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari serta jauh dari perbuatan yang tidak bermoral. Maka dari itu, perlu dikembangkan lagi pendidikan agama yang berkualitas agar tercipta generasi yang berakhlak mulia dan tangguh dalam mengatasi berbagai persoalan sosial yang dihadapi di masa kini dan ke depan. Peran Pendidikan Agama dalam Mencegah Penyalahgunaan Narkoba Pendidikan agama merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, khususnya di Indonesia yang memiliki mayoritas penduduk beragama Islam. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, banyak masyarakat Indonesia yang terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba. Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah kurangnya pendidikan agama menjadi penyebab penyalahgunaan narkoba? Sebenarnya, pendidikan agama memainkan peran yang sangat penting dalam mencegah penyalahgunaan narkoba. Berikut adalah beberapa alasan mengapa pendidikan agama dapat membantu mencegah penyalahgunaan narkoba 1. Agama Mengajarkan Budi Pekerti yang Baik Pendidikan agama tidak hanya mengajarkan ajaran-ajaran agama, tetapi juga mengajarkan tentang budi pekerti yang baik. Hal ini sangat penting dalam mencegah penyalahgunaan narkoba, karena orang-orang yang memiliki budi pekerti yang baik cenderung memiliki rasa tanggung jawab yang besar terhadap diri sendiri dan lingkungan sekitarnya. Mereka tidak akan mudah tergoda untuk mencoba atau bahkan menggunakan narkoba. 2. Agama Mengajarkan Bahaya Dari Penyalahgunaan Narkoba Selain mengajarkan budi pekerti yang baik, pendidikan agama juga mengajarkan tentang bahaya dari penyalahgunaan narkoba. Masyarakat diajarkan tentang dampak negatif narkoba terhadap kesehatan, emosi dan spiritualitas mereka, dan bahaya bagi keluarga dan masyarakat. Dengan demikian, orang-orang yang mendapatkan pendidikan agama yang baik tidak akan mudah tergoda untuk mencoba atau mengonsumsi narkoba, bahkan ketika terjadi tekanan grup atau lingkungan yang buruk. 3. Agama Mengajarkan Pentingnya Berkomunikasi Dalam agama, berkomunikasi dengan baik antara sesama manusia sangatlah penting. Komunikasi yang sehat dan baik membantu manusia memperoleh informasi yang benar, membantu menghindari konflik serta memperkuat nilai-nilai moral dan spiritual. Dalam mencegah penyalahgunaan narkoba, komunikasi yang baik sangatlah penting dalam mengajarkan orang-orang tentang bahaya narkoba, dan membuka ruang dialog terbuka dengan keluarga, teman, atau orang yang mereka percayai. Pendidikan agama dapat membantu orang-orang untuk belajar bagaimana berkomunikasi yang baik dan benar, memperkuat hubungan interpersonal mereka, dan mencegah terjadinya penyalahgunaan narkoba. 4. Agama Mendorong Orang Untuk Berbuat Baik bagi Orang Lain Agama mengajarkan agar manusia mengembangkan sikap empati dan memperhatikan orang lain agar penuh kasih sayang. Hal ini berarti membuka diri dan mempunyai perhatian terhadap orang-orang di sekitarnya. Masyarakat diajarkan untuk berperilaku baik kepada orang lain serta merespons dengan bijak atas perbuatan buruk orang di sekitarnya. Karena penyalahgunaan narkoba tidak hanya membahayakan pelaku, tetapi juga lingkungan dan orang lain, maka pendidikan agama juga memainkan peran penting dalam mendorong orang-orang untuk bertindak secara baik dan mencegah penyalahgunaan narkoba. Semua ini menunjukkan bahwa pendidikan agama memainkan peran yang sangat penting dalam mencegah penyalahgunaan narkoba. Namun, harus diingat bahwa pendidikan agama bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan narkoba. Ada berbagai faktor yang memainkan peran penting dalam penyalahgunaan narkoba, seperti faktor sosial, lingkungan, keluarga, teman maupun faktor individu. Oleh karena itu, pendidikan harus diberikan dalam bentuk yang mendalam dan terarah agar dapat menghasilkan dampak positif terhadap masyarakat. Kontroversi Kurikulum Pendidikan Agama pada Sekolah-sekolah di Indonesia Pendidikan agama menjadi isu penting di Indonesia saat ini karena peran besarnya dalam membentuk karakter generasi muda. Namun, ada kontroversi terkait kurikulum pendidikan agama di sekolah-sekolah yang dapat mempengaruhi pengarahan terhadap penggunaan narkoba. Ada yang menyebut bahwa pendidikan agama di sekolah-sekolah kurang memberikan pengarahan tentang bahaya narkoba dan cara memeranginya, sementara yang lain menyebut bahwa pendidikan agama di sekolah sudah cukup menyentuh isu narkoba. Pendapat yang menyatakan bahwa pendidikan agama sekolah kurang memberikan pengarahan tentang bahaya narkoba dan cara memeranginya didasarkan pada pengalaman di mana mereka tidak pernah dilibatkan dalam diskusi tentang narkoba selama belajar agama. Selain itu, sebagian guru agama yang mengajar tidak punya pemahaman yang cukup tentang bahaya narkoba dan cara menghindarkannya, sehingga kurang bisa memberikan pengarahan yang memadai. Hal ini bisa terjadi karena guru agama yang seharusnya memiliki pemahaman yang mumpuni atas ajaran agama dan berwawasan luas, ternyata sama saja dengan siswa. Di sisi lain, ada pula yang menyatakan bahwa pendidikan agama sudah cukup menyentuh isu narkoba. Hal ini bisa terlihat dari banyaknya ceramah dan diskusi tentang bahaya narkoba yang dihadirkan di sekolah-sekolah. Tapi, perlu dicatat bahwa kurangnya pengarahan tentang bahaya penggunaan narkoba bukan sepenuhnya tanggung jawab pendidikan agama. Sekolah juga wajib memiliki program khusus yang membahas tentang bahaya mengkonsumsi narkoba agar siswa khususnya generasi muda memiliki pemahaman yang cukup. Namun, ada kendala yang dihadapi dalam perannya sebagai edukasi tentang bahaya narkoba dan cara mengobatinya, yaitu kurangnya sumber daya manusia yang memadai. Kebanyakan sekolah-sekolah tidak memiliki tenaga ahli khusus yang bisa memberikan pengarahan secara khusus mengenai bahaya narkoba dan cara melepas ketergantungan. Padahal, sumberdaya manusia yang baik dan berwawasan luas sangat diperlukan agar siswa dapat memahami bahaya tersebut secara lebih baik. Seiring perkembangan zaman, pentingnya pendidikan agama semakin mendesak mengingat Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduknya beragama Islam. Pendidikan agama harus diperkuat dan dibenahi agar menghasilkan siswa yang cerdas, terampil, beriman dan bertaqwa. Penggunaan narkoba menjadi masalah serius yang harus ditangani, dan peran pengajaran agama dalam pendidikan mencakup sisi moral, akhlak, dan perilaku positif yang perlu dihibahkan kepada siswa supaya terhindar dari bahaya penggunaan narkoba. Oleh karena itu, peran pendidikan agama yang lebih optimal diharapkan dapat membantu siswa memahami tentang bahaya narkoba di masa mendatang. Optimalisasi Pendidikan Agama dalam Upaya Menanggulangi Penyalahgunaan Narkoba Peningkatan jumlah penyalahguna narkoba di Indonesia memang menjadi salah satu masalah serius yang negara ini hadapi. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini, mulai dari penyuluhan hingga pelarangan hukum. Namun, masih banyak masyarakat yang terus terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba. Salah satu faktor utama yang melatarbelakangi hal tersebut adalah kurangnya pendidikan agama di kalangan masyarakat. Oleh karena itu, optimalisasi pendidikan agama menjadi bagian penting dalam upaya menanggulangi penyalahgunaan narkoba. Di Indonesia, pendidikan agama sejatinya memiliki peran penting dalam membentuk karakter dan menjaga moralitas masyarakat. Melalui pendidikan agama, masyarakat diajarkan mengenai nilai-nilai kebaikan, moral, dan etika yang mencakup aspek kehidupan. Sayangnya, dalam beberapa tahun terakhir, pendidikan agama tampak kurang terfasilitasi dengan baik di beberapa wilayah. Hal ini bisa disebabkan oleh kurangnya dana atau sumber daya manusia yang cukup untuk mendukung pendidikan agama itu sendiri. Padahal, jika pendidikan agama di Indonesia dapat dioptimalkan dengan baik, maka akan memberikan dampak positif terhadap pencegahan penyalahgunaan narkoba. Mengapa demikian? Karena pendidikan agama dapat membentuk karakter masyarakat yang kuat, yang mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah dari sisi moralitas. Selain itu, pendidikan agama juga berfungsi sebagai pengingat akan tugas masyarakat menghargai hak orang lain, dan mencapai kesetimbangan antara hak dan kewajiban individu dengan masyarakat. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan guna meningkatkan optimalisasi pendidikan agama dalam upaya menanggulangi penyalahgunaan narkoba di Indonesia. 1. Menyediakan guru-guru agama yang berkualitas Guru agama memiliki peran yang sangat penting dalam mendidik anak agar memiliki spiritualitas dan moral yang baik. Oleh karena itu, diperlukan guru agama yang memiliki kualitas yang cukup untuk mengembangkan kelas yang lebih efektif dan berorientasi pada pesanan murid. Kurangnya guru agama dengan kualifikasi yang memadai menjadikan beberapa daerah di Indonesia masih mengalami masalah dalam meningkatkan pendidikan agama. Dengan menyediakan guru agama berkualitas, maka dapat diharapkan pendidikan agama semakin efektif dalam membentuk karakter murid. 2. Memberikan kurikulum pendidikan agama yang lebih mapan Optimalisasi pendidikan agama juga dapat dilakukan melalui peningkatan kurikulum yang lebih mapan. Kurikulum harus dibuat dalam konteks pengembangan pembelajaran yang menyenangkan dan mudah dipahami oleh siswa. Hal ini akan membuat pendidikan agama menjadi lebih menarik bagi murid, dan menjadikannya sebagai sarana yang efektif untuk membentuk karakter dan moralitas masyarakat. 3. Meningkatkan akses pendidikan agama bagi masyarakat Pemerintah dan pihak terkait seharusnya lebih memikirkan akses pendidikan agama bagi masyarakat. Terlebih lagi bagi masyarakat yang tinggal di daerah terpencil dan miskin. Pendidikan agama harus hadir untuk semua, tidak hanya untuk kalangan tertentu saja. Diharapkannya, dengan meningkatkan akses pendidikan agama, maka masyarakat dapat lebih mudah membentuk karakter yang kuat, dan berakhlak mulia. 4. Melibatkan para pemuka agama Para pemuka agama memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk karakter masyarakat yang kuat. Oleh karena itu, melibatkan para pemuka agama sebagai ujung tombak dalam upaya meningkatkan pendidikan agama sangat penting. Para pemuka agama dapat dijadikan teladan dan model bagi masyarakat, baik dalam hal berakhlak maupun dalam pandangan mereka terhadap penyalahgunaan narkoba. Sehingga, melibatkan para pemuka agama diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pendidikan agama di Indonesia. 5. Melakukan evaluasi terhadap hasil pendidikan agama yang sudah dilakukan Evaluasi terhadap hasil pendidikan agama yang dilakukan penting dilakukan, dengan akan baik jika terdapat indikator keberhasilan seperti peningkatan akhlak dan etika baik di keluarga dan masyarakat serta menurunnya angka penyalahgunaan narkoba. Evaluasi ini dilakukan guna memastikan bahwa pendidikan agama yang dijalankan berjalan dengan efektif dan memberikan hasil yang baik dalam membentuk karakter dan moral masyarakat. Penyalahgunaan narkoba adalah salah satu masalah kompleks di Indonesia yang harus segera diatasi. Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah dengan mengoptimalkan pendidikan agama dalam upaya menanggulangi penyalahgunaan narkoba. Dengan memperbaiki dan mengoptimalkan pendidikan agama, maka diharapkan masyarakat dapat membentuk karakter yang kuat dan menyadari betul tentang bahaya penyalahgunaan narkoba. Danini menjadi salah satu faktor penyebab penyalahgunaan narkoba pada remaja. Hal ini diperkuat dengan hasil pengamatan Agnes dalam Djuazi (2003), yang menyatakan bahwa warga Kampung Bali menganggap wajar anak mereka menyalahgunakan narkoba karena banyak remaja di lingkungan mereka yang menyalahgunakan narkoba, tetapi mereka tidak memahami
This article aims to discuss drug abuse in the perspective of Christian religious education. Narcotics are basically good drugs when used according to the dosage or doctor&39;s recommendations for health. However, if someone uses it without medical indication or without a doctor&39;s instructions because of the disease or other things recommended by the doctor, it will cause addiction / addiction and dependence popularly known as narcotics. In this case, without the indication use recommended by a doctor or an improper dose it will be dangerous to human health and can even cause sudden death. Bible neither directly addresses the topic of drug abuse nor mentions literal prohibition on narcotics and their use. However, it does not mean drug abuse is allowed. In Christian faith, believers must abstain from drugs because drugs can damage both physically and spiritually. In Corinthians 7 1, it explains "purify yourselves from all things that can defile body and spirit, so that ...
Pendidikan kurangnya pendidikan ilmu dan agama sehingga anak menyimpang pada perbuatan yang tidak baik seperti narkoba. Lingkungan masyarakat, jika lingkungan masyarakat tidak baik, maka akan berpengaruh juga pada perilaku remaja. Dampak Psikologis remaja akibat penggunaan narkoba: Cenderung menyakiti diri, perasaan tidak aman, bahkan bunuh diri
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Penyalahgunaan Narkoba di Kalangan Remaja dan Pelajar Serta Pandangan Dalam Agama IslamNaily Himmatul UlyaNailyhilya 3120008 Narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif berbahaya lainnya atau biasa disingkat dengan istilah narkoba. Narkoba merupakan obat berbahaya yang dapat membuat seseorang menjadi lumpuh atau mati rasa akibat mengkonsumsinya. Ada beberapa macam dari narkotika ialah opioida, morfin, codein, heroin, ganja, metadon, dan kokain. Macam-macam psikotropika yaitu amphetamine dan ATS Amphetamine Type Stimulants. Macam-macam dari bahan adiktif lainnya yaitu alkohol, kafein atau caffine, zat sedatif dan hipnotika, halusinogen dan inhalansia. Ada beberapa jenis narkoba yang digunakan untuk kesehatan, membantu kegiatan medis, dan juga digunakan untuk penelitian. Namun, ada beberapa orang yang terkadang melakukan penyalahgunaan terhadap narkoba. Penyalahgunaan narkoba menjadi suatu masalah besar bagi semua bangsa termasuk di Indonesia. Penyalahgunaan narkoba kebanyakan terjadi di kalangan remaja dan pelajar. Faktor yang memengaruhi para remaja dan pelajar mengkonsumsi narkoba di antaranya yaitu karena kurangnya perhatian dan kasih sayang dari orang tua yang tidak dapat dirasakan oleh anak. Orang tua yang kurang menberikan perhatian dan kasih sayang dapat mengakibatkan pergaulan anak tidak terkontrol. Selain itu, pengetahuan ilmu agama yang masih kurang, minimnya pengetahuan mengenai narkoba, lari dari masalah yang sedang dihadapi hanya untuk kesenangan sesaat, dan mendapat pengaruh dari teman-temannya yang sudah terjerumus dalam narkoba. Awalnya para pengguna narkoba hanya coba-coba namun lama kelamaan dapat menimbulkan ketergantungan. Jika seseorang terlanjur kecanduan mengkonsumsi narkoba banyak dampak negatif yang akan ditimbulkan. Jika narkoba dikonsumsi secara terus menerus dan melebihi dosis dapat mengakibatkan ketergantungan. Ketergantungan ini akan mengakibatkan gangguan pada penggunanya. Penyalahgunaan narkoba juga menjadi salah satu sumber tindakan kriminal yang dapat mengganggu ketenteraman dalam kehidupan masyarakat. Dampak negatif penyalahgunaan narkoba bagi remaja dan pelajar di antaranya terjadi perubahan sikap, perilaku dan kepribadian pada diri remaja dan pelajar, mereka akan sering membolos ketika jam sekolah, turunnya kedisiplinan dan nilai-nilai pelajaran sekolah, menjadi pribadi yang pemalas, mudah marah, mudah mengantuk, bahkan dapat melakukan tindakan pencurian hanya untuk membeli narkoba. Selain itu, penyalahgunaan narkoba dapat mengakibatkan berubahnya perilaku dan juga kesadaran pada penggunanya. Penyalahgunaan narkoba juga membahayakan kesehatan penggunanya. Efek jika melakukan penyalahgunaan narkoba yaitu dapat mengakibatkan penggunanya depresan pengguna narkoba akan merasa tenang, dan jika kelebihan dosis dapat menyebabkan kematian, stimulan merangsang fungsi tubuh serta meningkatkan kegairahan dan kesadaran, dan halusinogen menyebabkan halusinasi pada penggunanya. Al-Qur'an menjelaskan bahwa sebagai manusia kita harus menjaga serta membentengi diri dari hal-hal yang dapat membahayakan kesehatan pada tubuh. Salah satu caranya yaitu dengan mengkonsumsi makanan ataupun minuman yang halal dan baik. Mengkonsumsi makanan yang halal dan baik merupakan salah satu wujud akhlak terhadap diri sendiri, menjaga dan melindungi tubuh dari hal-hal yang tidak baik bagi kesehatan serta tidak merusak diri sendiri. Sebagaimana tertera dalam firman Allah swt., yang berbunyi Artinya " Wahai manusia! Makanlah dari makanan yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sungguh, syaitan itu musuh yang nyata bagimu" QS. Al-Baqarah 168. 1 2 3 Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
lfLV. 365 38 289 260 46 314 336 358 75

pro dan kontra kurangnya pendidikan agama penyebab penyalahgunaan narkoba